Kamis, 20 Mei 2010

Inside Man


Sekiranya amat menyesal tidak menonton akting dua kaliber oscar, Denzel Wasington dan Jodie Foster. Terutama untuk Denzel Washington. Aktor yang nyaris tak pernah bermain jelek. Bermain sangat cemerlang dalam Malcolm X dan The Hurricane. Clive Owen. Aktor “lama” yang baru terlihat oleh public berkat permainannya yang dahsyat dalam Closer. Jodie Foster. Aktris watak yang paling dihormati di Hollywood. Dengan jajaran cast seperti ini, para moviegoers pasti akan sangat tertarik menyaksikan Inside Man, yang memberi kesempatan pada 3 aktor besar ini untuk beradu peran di layar. Apalagi fakta bahwa Inside Man, disutradarai oleh Spike Lee dengan karya – karya hebatnya, antara lain Malcolm X dan 25th Hour.

Maka sangat wajar jika kita menyaksikan Inside Man dengan ekspektasi tinggi. Dan ketika menyaksikan film dengan cara seperti itu, akan sangat wajar pula jika kita “meneliti” berbagai aspek dengan sangat kritis. Apalagi tema yang diusung Inside Man sungguh biasa : tentang perampokan sebuah bank.

Untungnya memang Spike Lee ketemu dengan skrip yang cukup brilian. Inside Man sesungguhnya bukan sekedar film perampokan bank biasa, seperti yang telah ditunjukkan sekian puluh judul film Hollywood sebelumnya. Moviegoers yang sudah punya referensi lebih tentang film dengan jenis seperti ini, rasa – rasanya masih akan terkejut – kejut dengan adegan demi adegan yang disajikan Spike Lee.

Di tangan Lee, perampokan bank tak sesederhana yang terlihat. Tak sekedar mendobrak sistem keamanan tingkat tinggi atau beradu pintar dengan polisi. Lee yang sempat dicurigai akan membuat Inside Man secara ringan karena melibatkan bujet besar, toh tak tercerabut dari kebiasaan lamanya. Ia tetap punya trik untuk menyisipkan khotbah demi khotbah, bedanya jika di film sebelumnya Lee berkesan sangat “cerewet”, di Inside Man, khotbahnya diselipkan dengan cermat sehingga nyaris tak terasa. Tokoh – tokohnya pun tak hitam putih. Ada Dalton Russell (Clive Owen) yang punya agenda tersendiri ketika berperan sebagai pemimpin geng perampok. Lantas ada pula Keith Frazier (Denzel Washington), detektif tangguh yang juga ternyata harus kompromi dengan situasi di sekelilingnya. Dan Madeleine White (Jodie Foster), wanita cantik nan misterius yang disewa untuk “menyelamatkan muka” sang direktur bank yang menyimpan rahasia besar.

Awalnya Lee memang mengeset Inside Man sebagai thriller berkecepatan tinggi. Agak klise memang, namun sebelum kita mengeluh dibuatnya, Inside Man membuat kita terkaget – kaget. Lee membelokkan cerita, membawa kita pada sebuah kemungkinan tak terduga. Mulai dari pembebasan sandera yang luar biasa mengesankan hingga kritik sosial Lee atas pelbagai isu, mulai dari rasisme (yang jadi ciri khasnya), hingga komedi satir-nya yang juga bisa membuat terbahak. Saya hanya terganggu dengan peran Madeleine disini, yang rasanya jika dicabut pun tak terlalu berpengaruh pada keseluruhan cerita. Karenanya, mungkin karena Lee sangat sadar akan itu, maka karakter itupun dimainkan aktris sehebat Foster. Jadinya memang susah untuk memalingkan muka dari Madeleine yang bisa menggoda dengan cerdas (tidak binal, jauh diluar tipikal wanita penggoda) dan sungguh kharismatik. Hanya aktris dengan kelas tertentu yang bisa membuat peran remeh temeh seperti itu menjadi terlihat penting.

Inside Man adalah bentuk kompromi cerdas dari Lee. Ia punya tanggung jawab penuh pada besarnya bujet yang diperlukan film ini, tapi juga tak membuatnya mengesampingkan mutu. Okelah Inside Man tak sehebat karya – karya Lee terdahulu, tapi bukan berarti Inside Man tak layak tonton. Yang ini justru wajib tonton, dan akan menjadi referensi baru akan film bertema serupa.
.::Artikel Menarik Lainnya::.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

blogger templates | Make Money Online